Beranda Budaya Uang Beredar di Indonesia Tinggi Tapi Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Penjelasan...

Uang Beredar di Indonesia Tinggi Tapi Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Penjelasan Pakar

5
0
Uang Beredar di Indonesia Tinggi Tapi Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Penjelasan Pakar



Uang Beredar di Indonesia Tinggi Tapi Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Penjelasan Pakar

Harianjogja.com, jakarta — Uang beredar dalam arti luas menurut data Bank Indonesia tumbuh 5,7% secara tahunan menjadi Rp9.239,9 triliun terhintung per Februari 2025. Kenapa daya beli masyarakat tetap lesu?

Menurut Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam, naiknya uang beredar tidak mengindikasikan terjaganya daya beli atau tidak. Alasannya, uang beredar secara umum tidak menunjukkan secara spesifik segmentasi keberadaan uang tersebut, alias jumlah uang beredar mencakup semua kelompok masyarakat.

Sementara itu, penurunan daya beli terutama terjadi pada masyarakat kelas menengah. “Sehingga meningkatnya jumlah uang beredar tidak menggambarkan kondisi di masyarakat bawah yang sesungguhnya mengalami penurunan daya beli karena adanya PHK dan lain-lain,” ujarnya kepada BisnisJumat (21/3/2025).

BACA JUGA: Benarkah Daya Beli Turun? Ini Tanggapan Para Ekonom

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar dalam arti luas (M2) pada Februari 2025 menunjukkan kenaikan sekitar Rp41,5 triliun dari bulan sebelumnya yang senilai Rp9.198,4 triliun menjadi Rp9.239,9 triliun. Utamanya, perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,4% YoY dan uang kuasi sebesar 1,8%.

Selain itu, perkembangan M2 pada Februari 2025 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan bahwa pada dasarnya tumbuhnya uang beredar dapat menjadi indikasi meningkatnya aktivitas ekonomi, termasuk potensi kenaikan daya beli masyarakat menjelang Ramadan.

Peningkatan ini sejalan dengan pola musiman di mana permintaan uang cenderung meningkat menjelang bulan suci, didorong oleh kebutuhan konsumsi rumah tangga, penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR), dan peningkatan transaksi sektor perdagangan.

Jika ditelisik lebih rinci dari data survei BI, pertumbuhan M2 nyatanya lebih banyak ditopang oleh komponen uang kuasi seperti tabungan dan deposito. Sementara itu, pertumbuhan komponen M1 (uang kartal dan giro) terlihat lebih stabil.

“Artinya, walaupun ada potensi peningkatan konsumsi, sebagian besar peningkatan likuiditas masih tersimpan di sistem perbankan, belum sepenuhnya terserap ke sektor riil,” ujarnya.

BACA JUGA: Begini Tanggapan Asosiasi Mal DIY Terkait Isu Penurunan Daya Beli Masyarakat

Dengan demikian, Josua melihat tren pertumbuhan M2 saat ini kemungkinan besar bersifat musiman, terutama menjelang Ramadan, dan belum menjadi sinyal struktural dari pemulihan daya beli secara menyeluruh. Untuk menentukan apakah tren ini berkelanjutan, perlu dicermati dinamika inflasi, penyaluran kredit, serta pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

“Jika faktor-faktor tersebut menunjukkan perbaikan konsisten, maka pertumbuhan M2 dapat mencerminkan pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan,” lanjut Josua.

Saat ini, pelemahan daya beli masih menjadi isu ekonomi Indonesia, bahkan menjelang Ramadan dan Lebaran yang umumnya mengalami peningkatan permintaan. Pelemahan tersebut bahkan tercermin dari prediksi jumlah pemudik maupun perputaran uang selama musim Lebaran yang diperkirakan lebih rendah dibanding tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google

Sumber : Bisnis.com



Source link

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini