Beranda Budaya Tingkatkan Gizi Bumil & Tekan Stunting lewat Intervensi Sensitif

Tingkatkan Gizi Bumil & Tekan Stunting lewat Intervensi Sensitif

3
0
Tingkatkan Gizi Bumil & Tekan Stunting lewat Intervensi Sensitif



Tingkatkan Gizi Bumil & Tekan Stunting lewat Intervensi Sensitif

Harianjogja.com, SLEMAN—Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman terus berupaya meningkatkan gizi ibu hamil (bumil) demi menekan angka stunting. Upaya dilakukan melalui intervensi sensitif.

Kepala DP3AP2KB Sleman, Wildan Solichin, menjelaskan ada dua cara dalam upaya meningkatkan gizi bumil dan anak. Pertama, intervensi spesifik, dan kedua intervensi sensitif.

Intervensi spesifik bentuknya berupa pendampingan ibu hamil, lebih kepada aspek kesehatan secara spesifik. Sementara, yang dilakukan DP3AP2KB lebih kepada intervensi yang sifatnya mendorong aspek di luar kesehatan. Contohnya, penyediaan air bersih dan sanitasi, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, peningkatan akses pangan bergizi hingga edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja.

BACA JUGA: Prevalensi Stunting Sleman Turun di 2024, Workshop Rembug Stunting Digelar Untuk Kuatkan Komitmen

“Jadi pemicuan, jadi edukasi, informasi, kemudian pemicuan itu ada pada kami dan teman-teman di luar Dinas Kesehatan,” kata Wildan saat ditemui, Selasa (25/3/2025).

Desain dua metode ini membuat siapapun bisa terlibat dalam peningkatan gizi ibu hamil dan anak sesuai di mana dia terlibatnya. “Kalau kami [DP3AP2KB] dan teman-teman di luar Dinas Kesehatan terlibat di intervensi sensitif,” ujarnya.

Sebagai pemicu, Wildan melihat aspek ini punya tantangan yang besar, karena porsi intervensi sensitif ini setidaknya mencakup 70%. “Edukasi, sosialisasi, promosi, mengedukasi masyarakat bagaimana pola asuh, pola makan. Jadi, itu semua perlu diedukasikan. Kalau tidak diedukasikan, kami bisa mengatasi masalah, tetapi tidak bisa mencegah. Sensitif ini upaya untuk mencegah,” katanya.

Promosi dan edukasi salah satunya digencarkan lewat posyandu. Paling tidak dalam sebulan sekali diadakan pertemuan di posyandu. Saat ini posyandu tidak hanya dihadiri warga yang sudah punya anak, tetapi juga ibu hamil.

Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja menjadi salah satu intervensi sensitif yang dilaksanakan. Salah satu di antaranya melalui Forum Generasi Berencana (Genre). “Kami punya forum anak atau Forum Genre. Mereka kami berikan materi untuk diedukasikan kepada teman sebaya, salah satu materinya soal menunda usia pernikahan di usia muda,” ujarnya.

“Meski undang-undang memperbolehkan remaja usia 19 tahun menikah, tetapi kalau bisa menunda khususnya yang perempuan menjadi 21 tahun dan laki-laki 25 tahun, maka akan lebih bagus. Secara biologis mereka [perempuan] lebih siap untuk hamil, dan secara mental juga siap menghadapi problematika rumah tangga,” katanya.

Di akhir 2024, DP3AP2KB Sleman menyelenggarakan kegiatan Deklarasi Ayo Dukung Sleman Keren (Gerakan Pencegahan Perkawinan Usia Anak). Menurut Wildan, pada 2022 tercatat ada 238 kasus perkawinan usia anak di Sleman. Deklarasi Ayo Dukung Sleman Keren ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat dalam memahami dampak buruk perkawinan usia anak.

BACA JUGA: 4 Kapanewon di Sleman Ini Masuk Zona Merah Stunting

Sebagai bentuk pencegahan, DP3AP2KB Sleman melakukan sejumlah langkah, salah satunya dengan menyelenggarakan kelas parenting. Kelas tersebut memberikan pengetahuan kepada orang tua dalam mempersiapkan dan mengasuh anak. Diharapkan langkah ini dapat memutus rantai pernikahan anak.

Merujuk data pemantauan status gizi melalui elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), pada 2024 prevalensi stunting di Sleman turun menjadi 4,41% dari 4,51% di 2023. “Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan tingkat nasional maupun DIY, upaya percepatan penurunan stunting tetap harus dilakukan secara berkelanjutan,” kata Wildan. (/*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google



Source link