Beranda Budaya Ramadan Mubarak, Korupsi Pun Terkuak

Ramadan Mubarak, Korupsi Pun Terkuak

4
0
Ramadan Mubarak, Korupsi Pun Terkuak



Ramadan Mubarak, Korupsi Pun Terkuak

Bagi sebagian umat Islam yang mencintai Ramadan, 10 hari terakhir ini tentunya sedang sampai memperbanyak amalan kepada Allah Swt, termasuk kegiatan beribadah di malam hari. Karena, seperti telah difirmankan oleh-Nya, bahwa dalam periode menjelang akhir Ramadan itu, Allah Swt menjanjikan bonus yang dikenal sebagai Laylat al-Qadrato alias malam kebahagiaan, yang nilainya setara dengan 1.000 bulan.

Namun, di sisi lain, banyak di antara kaum Muslimin mengekspresikan kesedihan mereka atas segera berlalunya Ramadan—bulan suci yang penuh berkah—itu, dan berharap depat bertemu lagi dengannya dalam 11 bulan lagi. Kalau masih dikaruniai umur panjang. Esensi dan pelajaran yang terkandung di dalam setiap Ramadan adalah kaum Muslimin diharapkan mampu menghayati dan membentuk pribadi yang lebih baik pada bulan-bulan berikutnya. Menjadi pribadi yang baik pasca-Ramadan bukanlah sesuatu yang instan, melainkan sebuah proses berkelanjutan yang membutuhkan kesadaran, komitmen, dan konsistensi.

Salah satu pelajaran utama dari Ramadan adalah pengendalian diri. Selama sebulan penuh, umat Islam dilatih untuk menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu lainnya sejak terbit fajar hingga terbenam Matahari.

Latihan ini tidak hanya melatih fisik, tetapi juga mental dan spiritual. Setelah Ramadan, kemampuan pengendalian diri ini diharapkan tetap terjaga, tercermin dalam perilaku sehari-hari yang lebih sabar, bijaksana, dan tidak mudah terpancing emosi.

Sayangnya, menjelang dan selama periode Ramadan tahun ini, jagat Indonesia lebih banyak diwarnai kabar miring sekaligus menyakitkan tentang terbongkarnya pelbagai kasus korupsi yang berkelas gigantika, membuat banyak orang ternganga karenanya.

Bermula dari korupsi PT Timah Tbk. Kasus ini terkait dengan dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah selama periode 2015-2022. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp300 triliun. Kejagung telah menetapkan sejumlah tersangka, termasuk pelaku utama Harvey Moeis—yang semula divonis “ringan” oleh hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan hukuman “hanya” 6,5 tahun penjara dan denda “cuma” Rp1 miliar. Namun, setelah jaksa mengajukan banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman menjadi 20 tahun penjara dan menambahkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar. Hartanya pun disita oleh negara.

Kasus lainnya adalah korupsi tata kelola komoditas emas oleh PT Aneka Tambang Tbk. Kasus ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi tata kelola komoditas emas seberat 109 ton, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp3,31 triliun. Kasus ini melibatkan sejumlah mantan pejabat PT Antam dan pihak swasta yang diduga memanfaatkan cap emas ilegal untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Perkara yang juga cukup mencuat adalah korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Kasus ini terkait dengan proyek pengadaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8,032 triliun.

Kasus paling segar, baru muncul pekan lalu, adalah kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melibatkan dugaan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp11,7 triliun. Kasus ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada sejumlah debitur yang diduga sarat dengan konflik kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur PT Petro Energy (PT PE).

KPK menemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi dalam proses pemberian kredit, yang mengakibatkan kerugian negara cukup signifikan itu. KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan pejabat LPEI dan pihak swasta. KPK terus melakukan penyidikan dan pengumpulan bukti untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini. KPK juga telah melakukan penyitaan aset yang terkait dengan kasus korupsi LPEI dengan nilai sebesar Rp882 miliar.

Mega Korupsi di Pertamina

Kejaksaan Agung hingga kini masih mengusut kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk turunannya di PT Pertamina, yang melibatkan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM). Kasus ini berfokus pada dugaan korupsi terkait pengoplosan BBM yang dilakukan oleh oknum-oknum di PT Pertamina Patra Niaga, yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina. Praktik pengoplosan ini diduga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, diperkirakan mencapai Rp1 kuadriliun alias Rp1.000 triliun. Belum lagi kerugian konsumen yang mendapatkan BBM dengan kualitas yang tidak sesuai.

Modus yang digunakan adalah dengan mencampurkan BBM dengan kualitas yang lebih rendah dengan BBM berkualitas tinggi, untuk kemudian dijual dengan harga BBM berkualitas tinggi. Praktik ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merugikan konsumen yang mendapatkan BBM dengan kualitas di bawah standar.

Tak heran bila akibat rangkaian kasus ini, muncul dampak negatif terhadap citra PT Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di sektor energi. Beberapa tersangka termasuk petinggi Subholding Pertamina dan pihak swasta telah disidik oleh Kejaksaaan Agung.

Mencermati aneka kasus korupsi tersebut, jelas membuat orang mengelus dada. Kok bisa-bisanya di negeri yang dikenal raligius ini, di mana banyak orang sedang kesusahan akibat kehidupan sosial ekonomi yang salah urus dan menjerat tidak sedikit keluarga yang jadi melarat karenanya itu. Sementara sejumlah pemimpin bangsa dengan lantang berpidato bahwa Indonesia adalah negeri kaya raya, lha kok rakyat kiang sengsara. Seharusnya, dana berjumlah ribuan triliun rupiah yang dikorupsi itu, berpotensi menjadikan rakyat di negeri ini hidup sejahtera.

Ramadan selayaknya menjadi momentum pembelajaran dan penyadaran tentang empati dan kepedulian sosial. Melalui ibadah puasa, umat Muslim diajak untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang kurang mampu. Rasa lapar dan haus yang dirasakan selama berpuasa seharusnya menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang dimiliki dan mendorong untuk berbagi dengan sesama. Semangat berbagi dan kepedulian sosial ini hendaknya terus dipupuk setelah Ramadan, diwujudkan dalam tindakan nyata seperti bersedekah, membantu sesama yang membutuhkan, dan menjaga lingkungan sekitar.

Selain itu, Ramadan adalah bulan yang penuh dengan ibadah dan refleksi diri. Salat tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan berbagai amalan lainnya menjadi rutinitas yang dijalankan dengan khusyuk. Kebiasaan baik ini sebaiknya tidak ditinggalkan setelah Ramadan. Menjaga salat lima waktu, membaca Al-Qur’an secara rutin, dan memperbanyak zikir akan membantu menjaga kedekatan dengan Allah Swt dan memperkuat iman.

Menjadi pribadi yang baik setelah Ramadan juga berarti menjaga lisan dan perbuatan. Selama Ramadan, umat Muslim diajak untuk menjauhi perkataan dan perbuatan yang sia-sia, apalagi yang menyakiti orang lain. Setelah Ramadan, kebiasaan baik ini harus tetap dipertahankan. Berbicara dengan sopan, jujur, dan tidak menyakiti perasaan orang lain adalah cerminan dari pribadi yang berakhlak mulia.

Intinya, Ramadan adalah madrasah kehidupan yang mengajarkan banyak hal tentang pengendalian diri, empati, ibadah, dan akhlak mulia. Pelajaran-pelajaran ini harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah Ramadan. Menjadi pribadi yang baik adalah sebuah proses berkelanjutan yang membutuhkan kesabaran, keikhlasan, dan komitmen yang kuat. Dengan demikian, Ramadan tidak hanya menjadi momen tahunan, tetapi juga menjadi titik awal perubahan positif yang membawa keberkahan dalam hidup.

Seharusnya, dengan momentum Ramadan ini, siapapun di negeri tercinta Indonesia, terutama bagi mereka yang sedang mengemban amanah sebagai pemimpin bangsa, wakli rakyat, maupun penjaga ataupun pelaksana kekayaan negara, kembali sadar bahwa hidup di dunia ini tidak lama. Kenapa harus berbuat nista dengan mengambil yang bukan haknya dan lebih penting lagi adalah tetap memiliki rasa takut ketika berbuat dosa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google



Source link