Harianjogja.com, JOGJA – Komunitas Suara Ibu Indonesia di Jogja menggelar aksi damai di kawasan Nol Kilometer Jogja pada Sabtu (29/3/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap mahasiswa yang tengah menyuarakan aspirasi mereka dalam aksi demonstrasi belakangan ini.
Koordinator aksi, Amalinda Savirani, mengatakan komunitas ini hadir bukan sekadar sebagai bentuk solidaritas, tetapi juga sebagai wujud cinta mereka terhadap negeri ini. “Kami menyaksikan dengan hati pedih bagaimana mahasiswa yang berjuang demi demokrasi harus menghadapi tindakan represif. Aparat seharusnya melindungi, bukan justru menjadi ancaman bagi rakyatnya sendiri,” ujar Amalinda.
Menurut dia dalam beberapa insiden, mahasiswa yang tengah mendapatkan perawatan medis pun tetap menjadi sasaran kekerasan. Selain itu, aparat juga dilaporkan melakukan tindakan represif terhadap tim medis dan jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.
“Praktik kekerasan terhadap warga sipil adalah tanda kemunduran demokrasi. Ini bukan hanya soal mahasiswa yang dipukul atau ditangkap, tetapi soal kita semua yang sedang menyaksikan ruang demokrasi semakin sempit,” kata Amalinda.
Baca juga: DIY Masih Berpotensi Diguyur Hujan hingga Awal April, BPBD Ajukan Perpanjangan Status
Komunitas Suara Ibu Indonesia juga menyoroti kecenderungan militerisme yang semakin meningkat, yang dinilai dapat membahayakan kebebasan sipil. Mereka menuntut pembatalan Undang-Undang TNI dan menolak Rancangan Undang-Undang Polri, karena dianggap membuka peluang bagi aparat keamanan untuk semakin masuk ke dalam kehidupan sipil.
Dalam aksi ini, mereka mengajukan lima tuntutan utama menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap demonstrasi mahasiswa, menindak tegas aparat yang melakukan tindakan represif dan melanggar HAM, membatalkan Undang-Undang TNI dan Rancangan Undang-Undang Polri yang dianggap mengancam demokrasi dan kebebasan sipil serta menjamin ruang demokrasi yang aman bagi generasi muda untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa rasa takut.
“Kami mendorong solidaritas masyarakat sipil agar tidak mudah diadu domba dalam melawan otoritarianisme dan praktik kekerasan oleh negara,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google