Harianjogja.com, SLEMAN—Inspektorat Daerah (Irda) Kabupaten Sleman menyampaikan ada empat laporan gratifikasi pada 2024. Adapun laporan pada triwulan pertama 2025 belum ada. Hanya, Irda mendapat pesan singkat dari salah satu perangkat daerah yang bertanya mengenai pelaporan gratifikasi.
Plt Sekretaris Inspektorat Sleman, Heri Setyawati, mengatakan lima laporan tersebut pihaknya terima sepanjang 2024. Bentuk barang gratifikasi tersebut bermacam-macam, seperti tea set dan makanan basah.
“Barang-barang tersebut diberikan dari pihak lain ke perangkat daerah. Perangkat daerah kemudian melapor ke Inspektorat. Kami kemudian meneruskan laporan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK],” kata Setyawati dihubungi, Kamis (28/3/2025).
BACA JUGA: Seminar Penyuluh Antikorupsi: Gratifikasi Adalah Maut
Setyawati menegaskan perangkat daerah yang terpaksa menerima harus melaporkan ke Inspektorat. Pemberian barang semacam itu berpotensi memengaruhi kebijakan dan hubungan dengan pihak pemberi menjadi lebih politis.
Dia mengkhawatirkan pelayanan tidak dilakukan secara objektif. Pemeberian barang tersebut juga akan berpengaruh terhadap penilaian transparansi dan akuntabilitas perangkat daerah. Gratifikasi merupakan pintu masuk ke penyalahgunaan wewenang.
Perlakuan terhadap barang hasil gratifikasi tersebut tidak dapat dilakukan serta merta. Inspektorat perlu menunggu arahan KPK pasca pelaporan. Dari laporan pada 2024, Inspektorat mengirim tea set ke KPK. Berbeda dengan barang lain, Inspektorat menyerahkan makanan ke panti asuhan atau lembaga amal lain.
“Roti kering bisa diserahkan ke panti asuhan asal ada bukti serah terima, ada fotonya. Kami sudah mengeluarkan surat edaran juga mengenai pencegahan gratifikasi untuk tahun ini,” katanya.
Surat Edaran (SE) 126/ 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya tersebut memuat enam poin penting.
Poin kedua berbunyi, Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara wajib menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dan tidak memanfaatkan perayaan hari raya untuk melakukan perbuatan atau tindakan koruptif.
Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan/kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.
Adapun poin keempat berbunyi, permintaan dana dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara, baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi negara/daerah kepada masyarakat, perusahaan, dan/atau Pengawai Negeri/Penyelenggara Negara lainnya, bak secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.
Kemudian poin keempat, terhadap penerimaan gratifikasi berupa bingkisan makanan/minuman yang mudah tusak dan/atau kadaluarsa dapat disalurkan sebagai bahan bantuan sosial ke panti asuhan, panti jompo, atau pihak yang membutuhkan, dan melaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Inspektorat Kabupaten Sleman disertai penjelasan dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya UPG melaporkan_rekapitulasi penerimaan tersebut ke KPK.
“Kami sudah gencar sosialisasi antigratifikasi. Sudah mulai berkurang dan tumbuh kesadaran. Kami ada sosialisasi antikorupsi juga. Ketika sosialisasi kami sudah memberikan rambu-rambu agar tidak menerima,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google