Harianjogja.com, JOGJA—Geng motor ini cukup berbeda dari umumnya. Riding berlangsung dini hari, dengan target utamanya salat Subuh berjamaah. Mari berkenalan dengan Bikers Subuhan Jogja (BSJ).
Tidak semua motor yang bergerombol dini hari punya niat jahat. Tidak semua pemotor yang berkeliaran di waktu-waktu anomali itu merupakan klitih. Bisa jadi, saat kamu bertemu rombongan pemotor di Jogja, yang keluar dini hari menjelang subuh, mereka adalah Komunitas Bikers Subuhan Jogja (BSJ).
Seperti dalam agenda Subuhan Berjamaah Putaran ke-315 yang berlangsung Sabtu (8/3/2025) ini, para pemotor sudah bersiap sejak pukul pukul 03.00 WIB di titik kumpul. Mereka akan bersama-sama berangkat ke Masjid At-Taqwa, Cangkringan, Sleman, pukul 03.15 WIB.
Meski ini komunitas Jogja, di berbagai kesempatan Subuhan Berjamaah, anggota bisa dari luar kota. Pernah ada yang anggota dari Purbalingga, yang berangkat dari rumahnya sejak Jumat malam. Agenda rutin komunitas ini memang Sabtu pagi, hari banyak orang sedang libur bekerja atau sekolah.
Di perjalanan, puluhan bikers berkendara dengan tertib. Semua jenis motor ada, dari bebek, matic, motor sport, sampai vespa. Komunitas BSJ menerima semua jenis motor. Biasanya, jemaah dalam sekali riding dan salat Subuh sekitar 60 motor. Itu lebih sedikit daripada sebelum pandemi Covid-19. Dulu, agenda rutin sepekan sekali ini bisa mengumpulkan antara 125-150 bikers.
Awal lebih awal
Semua berawal dari tahun 2017, saat para penghobi motor di Lampung merasa perlu membentuk komunitas yang lebih positif kegiatannya. Mereka juga ingin memberikan alternatif image club motor, agar tidak selalu terkesan negatif. Setelah Lampung, komunitas serupa menjalar ke Jakarta dan Jogja.
BACA JUGA: Geng Motor Sadis Diringkus Polisi
Pelaksana Tugas Ketua BSJ, Mohamad Anis Fauzi, mengatakan pendiri BSJ, yang biasa disebut awwalun, terdiri dari lima orang. BSJ pertama kali Subuhan bareng di Masjid Pathok Negara Plosokuning, Sleman, pada 29 Juli 2017. Pola pemilihan masjid sesuai arah tawaf, misal dari Jogja bagian Barat, ke Selatan, Timur, Utara, kemudian ke tengah Kota Jogja. Setelah lima kali putaran, terkadang mereka touring ke kota terdekat seperti Klaten, Solo, Magelang, atau Purworejo.
“Berawal dari kegelisahan temen-temen tentang image [negatif] club motor, beberapa orang berpikir masak hidup kita mau gini terus, kemudian pengen punya kegiatan yang mengajak positif temen-temen bikers,” kata Anis, beberapa waktu lalu.
Anggota awal BSJ dari berbagai club motor. Harapannya, saat anggota tersebut sedang kumpul dengan club-nya masing-masing, bisa menjadi penggerak salat. “Siapa tahu yang lihat jadi tergerak. Misalpun enggak, yang penting udah ajak dakwah kecil-kecilan,” katanya.
Agenda salat Subuh menjadi pilihan karena pelaksanaannya paling berat dibanding waktu salat lainnya. Dengan beramai-ramai salat Subuh sembari ada selingan hobi motoran, harapannya anggota semakin semangat ibadah.
Semisal salat Subuh yang berat saja sudah bisa berjamaah, maka salat yang lain akan lebih ringan pelaksanaannya. Meski hanya sepekan sekali, namun para anggota bisa melanjutkannya di lingkungan masing-masing.
Merangkul Semua Aliran
Saat para bikers sudah sampai di masjid, mereka akan salat Subuh berjamaah dengan takmir dan warga setempat. Acara berlanjut ke sambutan takmir, sambutan perwakilan BSJ, tausiah, dan ramah tamah.
Di bulan Ramadan, ada tambahan agenda sahur bersama. Di luar Ramadan, akan ada sarapan bersama. Sebelum meninggalkan masjid, BSJ akan memberikan tanda kasih berupa Al-Qur’an, sajadah, sampai sandal. Semua barang itu berasal dari iuran sukarela para anggota BSJ.
Dalam doa atau Tausia, BSJ berusaha untuk menghormati keempat sekte dalam Islam. “Kami hanya menghormati sekte, apalagi organisasi Islam di Indonesia, yang penting bagi awal dua rak’ah. Doa fajar atau tidak, kami beradaptasi dengan masjid yang menjadi tuan rumah,” kata pria berusia 47 tahun itu.
Meski berusaha toleransi dan berada di tengah-tengah dari semua golongan, tetap saja ada yang mencurigai komunitas ini. Biasanya anggota BSJ menggunakan kaos hitam dengan jaket atau aksesoris yang bertuliskan nama komunitas. Ada yang menganggap simbol itu beraliansi dengan organisasi keagamaan yang sudah dibubarkan.
Pernah juga ingin melobi ke masjid di tengah perkampungan, namun ditolak. Takmir khawatir bisingnya suara motor dianggap mengganggu warga sekitar, dan dituduh aliran macam-macam. Apabila ada sinyal penolakan, BSJ memilih pindah ke masjid lain. Mereka tidak ingin niat beribadah justru menjadi potensi konflik.
BACA JUGA: Belasan Anggota Geng Motor di Semarang Ditangkap Polisi, Sebagian Besar Pelajar SMK
Dalam perjalanannya, banyak anak muda yang kemudian bergabung dengan BSJ. Menurut Anis, ini sinyal positif bagi kemakmuran masjid. Anak-anak muda juga sering membawa temannya setiap kali datang ke Subuhan bareng ini.
“Tolak ukur anggota anak muda bertambah, saat ada agenda, kami masih asing ini siapa ya, ternyata anggota baru. Dan datengnya barengan dengan kelompoknya,” katanya.
“Beberapa anggota juga kadang mengajak anaknya, di Jogja hari Sabtu libur sekolahnya, jadi bisa sebagai kaderisasi,”
Salat Subuh Serasa Salat Jumat
Kumpul dan riding dini hari, BSJ pernah berpapasan dengan anak-anak yang kemungkinan besar sedang klitih. Dalam perjalanan ke suatu masjid, mereka melihat lima motor yang sedang mengejar satu motor. Sadar itu bisa saja klitih, anggota BSJ berusaha membantu.
Melihat jumlah BSJ lebih banyak, anak-anak yang diduga klitih itu kemudian menjauh. “Pernah mendapat apresiasi dari Polda DIY, [kegiatan BSJ bisa menjadi] sarana meredam adanya penyakit kamtibmas, anak-anak muda yang dini hari masih nongkrong kami ajak Subuhan bareng,” kata Anis.
Di samping itu, BSJ punya harapan besar untuk menjadikan jamaah salat Subuh jumlahnya seperti saat Salat Jumat. Kondisi itu bisa menjadi tanda-tanda kebangkitan Islam. Rutin salat Subuh berjamaah juga menjadi cara membuat hati mereka senantiasa bertaut dengan masjid. Hal itu sebagai upaya untuk masuk dalam golongan orang yang mendapat perlindungan Allah saat hari kiamat.
Saat ini, kegiatan BSJ sudah masuk pekan ke-315, yang juga bisa berarti jumlah masjid yang mereka kunjungi sekitar itu. Targetnya, mereka bisa mengunjungi semua masjid di DIY yang jumlahnya ribuan.
“Berangkat dari hobi motoran, tapi kemudian mencintai masjid dengan cara yang berbeda, kita ramaikan masjid di kala waktu Subuh,” katanya. “Karena dakwah tidak harus di atas mimbar, tapi bisa di atas motor.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google