Harianjogja.com, JOGJA—Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tidak panik terkait dengan potensi tsunami di Kulonprogo, terutama di sekitar lintas bawah jalur lintas selatan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA).
Kepala Stasiun Geofisika Sleman Ardhianto Septiadhi, menegaskan tsunami di wilayah tersebut merupakan potensi, bukan prediksi sehingga yang lebih penting kesiapsiagaan serta mitigasi risiko.
Baca juga: Jalan Underpass Lintas Selatan Kulonprogo Rawan Tsunami
“Kita tidak perlu panik. Kita tidak perlu takut. Tapi kita paham mitigasi terhadap tsunami,” ujar dia, Jumat (14/3/2025).
Ia menjelaskan DIY berada di zona subduksi atau penunjaman sepanjang 150-200 km, tempat pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia yang membentuk zona megathrust dan berpotensi memicu gempa bumi besar.
Kulonprogo bagian selatan, katanya, masuk zona merah tsunami lantaran lokasinya dekat dengan Samudra Hindia dan berada di wilayah terdampak oleh aktivitas zona subduksi itu.
Berdasarkan pemetaan Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), skenario terburuk bisa mencapai Magnitudo 8,7 dan berpotensi menimbulkan tsunami di wilayah selatan, termasuk Kulonprogo.
“Dari sejarahnya, tsunami pernah terjadi di wilayah ini pada tahun 1840 dan menyebabkan korban jiwa. Oleh karena itu, kita harus belajar dari sejarah,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa gempa tidak bisa diprediksi kapan terjadi sehingga masyarakat harus memahami langkah-langkah mitigasi, termasuk mengikuti informasi dari BMKG.
“Golden time kita kurang lebih hanya 10 menit setelah gempa terjadi. Jadi, kita harus siap, bukan takut,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipasi selama periode mudik Lebaran 2025, sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyarankan penerapan skema buka tutup lalu lintas di jalan lintas bawah jalur lintas selatan Kulonprogo.
Hal itu, bertujuan mengurangi kepadatan kendaraan dan mempermudah evakuasi manakala terjadi tsunami.
Meski begitu, BMKG menekankan pentingnya masyarakat memahami perbedaan antara potensi dan prediksi.
Ardhianto menjelaskan prediksi selalu memiliki skala waktu yang jelas, layaknya prakiraan cuaca harian atau mingguan, sedangkan potensi tidak memiliki kepastian waktu kapan terjadi.
“Tsunami di Kulonprogo adalah potensi, bukan prediksi. Tidak bisa dipastikan kapan terjadi, tapi kita tahu ada kemungkinan. Itulah kenapa mitigasi sangat penting,” katanya.
Ia juga memastikan layanan informasi BMKG tetap berjalan selama 24 jam, termasuk selama cuti Lebaran, demi memberikan pembaruan terkait dengan cuaca, gempa bumi, dan tsunami.
“Informasi kami tidak berhenti dan kami membangun ‘early warning’, ‘early response’ bersama pemda, stakeholder dan langkah-langkah mitigasi yang tepat apabila terjadi suatu kejadian ekstrem,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Berita Google
Sumber: Antara